Menyikapi Pengkhianatan Teman Hidup
Menyikapi Pengkhianatan Teman Hidup
RITA dan suaminya, Rudi, telah melayani Yehuwa bersama-sama sebagai rohaniwan sepenuh waktu selama bertahun-tahun. * Tetapi, tidak lama setelah putra pertama mereka lahir, Rudi mulai menjauh dari Yehuwa. Belakangan, Rudi mulai hidup amoral dan dipecat dari sidang Kristen. ”Sewaktu semua ini terjadi,” kata Rita, ”saya serasa mau mati. Saya patah hati, dan tidak tahu harus bagaimana.”
Tidak lama setelah Jane menikah, suaminya mengkhianati kepercayaan dan cintanya dengan cara yang berbeda. Ia mulai menganiaya dia secara fisik. ”Pertama kali ia meninju saya,” kata Jane, ”saya tertegun, malu, dan merasa terhina. Ia lalu memohon agar saya mengampuni dia, dan ini ternyata menjadi pola. Saya pikir itulah kewajiban Kristen, selalu mengampuni dan melupakan. Saya juga berpikir bahwa tidak loyal untuk membicarakan problem kami kepada siapa pun—bahkan kepada para penatua di sidang kami. Pola penganiayaan dan pengampunan ini berlangsung bertahun-tahun. Selama itu, saya pikir pasti ada sesuatu yang dapat saya lakukan supaya dicintai suami. Sewaktu ia akhirnya meninggalkan saya dan putri kami, saya merasa bahwa saya telah gagal, bahwa saya semestinya berbuat lebih banyak agar perkawinan kami tetap utuh.”
Seperti Rita dan Jane, Saudari mungkin menderita secara emosi, finansial, dan rohani 2 Tim. 3:1-5) Orang Kristen sejati tidak kebal terhadap problem-problem ini; maka, apa yang dapat membantu Saudara menyikapi pengkhianatan?
akibat dikhianati suami. Atau, Saudara mungkin suami yang merasa sakit hati dan menderita karena istri tidak setia. Tidak dapat disangkal, kita hidup pada ”masa kritis yang sulit dihadapi”, sebagaimana dinubuatkan Alkitab. Nubuat ini menunjukkan bahwa selama ”hari-hari terakhir”, unit keluarga bakal diserang, dan dalam banyak kasus menyangkut tidak adanya kasih sayang alami. Ada yang hidup tidak sesuai dengan pengakuan bahwa mereka melayani Allah. (Pandang Diri Saudara sebagaimana Yehuwa Memandang Saudara
Awalnya, Saudara mungkin sulit percaya bahwa orang yang Saudara cintai dapat begitu menyakiti Saudara. Malah, Saudara mungkin mulai menyalahkan diri sendiri atas perbuatan dosanya.
Namun, ingatlah bahwa manusia sempurna Yesus pun dikhianati oleh seseorang yang dia percayai dan kasihi. Yesus memilih rekan-rekan terdekatnya, para rasul, setelah pemikiran yang cermat disertai doa. Ketika itu, ke-12 rasul adalah hamba-hamba Yehuwa yang dapat dipercaya. Karena itu, Yesus pastilah sangat sedih ketika Yudas ”menjadi pengkhianat”. (Luk. 6:12-16) Namun, Yehuwa tidak menganggap Yesus bertanggung jawab atas perbuatan Yudas.
Memang, tidak ada teman hidup yang sempurna saat ini. Suami istri tentunya akan membuat kesalahan. Seorang pemazmur yang diilhami Allah, secara realistis menulis, ”Jika kesalahan-kesalahanlah yang engkau perhatikan, oh, Yah, oh, Yehuwa, siapakah yang dapat tahan?” (Mz. 130:3) Untuk meniru Yehuwa, suami istri hendaknya cenderung mengabaikan ketidaksempurnaan satu sama lain.—1 Ptr. 4:8.
Akan tetapi, ”kita masing-masing akan memberikan pertanggungjawaban kepada Allah”. (Rm. 14:12) Jika teman hidup mempunyai pola tutur kata dan tindakan yang kasar, teman hidup yang bersalah itulah yang harus bertanggung jawab kepada Yehuwa. Yehuwa mengutuk kekerasan dan cacian, maka tidak pernah ada alasan yang sah untuk memperlakukan teman hidup dengan cara yang tidak pengasih dan tidak respek demikian. (Mz. 11:5; Ef. 5:33; Kol. 3:6-8) Malah, jika seorang Kristen berulang kali dan tanpa penyesalan tidak dapat mengendalikan kemarahan dan tidak mau berubah, ia harus dipecat dari sidang Kristen. (Gal. 5:19-21; 2 Yoh. 9, 10) Seorang suami atau istri tidak perlu merasa bersalah karena melaporkan tingkah laku yang tidak bersifat Kristen demikian kepada para penatua. Sesungguhnya, Yehuwa beriba hati kepada korban perlakuan buruk seperti itu.
Sewaktu seorang teman hidup berzina, ia tidak hanya berdosa terhadap pasangan yang tidak bersalah tetapi juga terhadap Yehuwa. (Mat. 19:4-9; Ibr. 13:4) Jika pasangan yang tidak bersalah telah berupaya hidup selaras dengan prinsip-prinsip Alkitab, ia tidak perlu merasa bersalah atas dosa berupa pengkhianatan yang dilakukan si pezina.
Ingatlah bahwa Yehuwa mengetahui perasaan Saudara. Ia menggambarkan diri-Nya sebagai pemilik dan suami bangsa Israel, dan Firman-Nya memuat banyak ayat yang menyentuh hati yang mengungkapkan kepedihan yang Ia rasakan karena perzinaan rohani bangsa itu. (Yes. 54:5, 6; Yer. 3:1, 6-10) Yakinlah bahwa Yehuwa sangat memerhatikan air mata Saudara jika Saudara dikhianati dengan satu atau lain cara oleh teman hidup. (Mal. 2:13, 14) Ia tahu kebutuhan Saudara akan penghiburan serta anjuran.
Cara Yehuwa Memberikan Penghiburan
Salah satu cara Yehuwa memberikan penghiburan adalah melalui sidang Kristen. Jane menerima dukungan demikian. ”Kunjungan pengawas wilayah bertepatan dengan saat saya merasa sangat terpuruk secara emosi,” kenang Jane. ”Ia tahu betapa tertekannya saya karena suami saya mengajukan gugatan cerai. Ia meluangkan waktu untuk membantu saya bernalar tentang ayat-ayat seperti 1 Korintus 7:15. Ayat-ayat Alkitab dan komentarnya yang baik hati turut menyingkirkan perasaan bersalah saya serta memberi saya kedamaian pikiran.” *
Rita, yang disebutkan tadi, juga mengalami bahwa Yehuwa memberikan bantuan praktis melalui sidang Kristen. ”Ketika suami saya ternyata tidak bertobat,” kata Rita, ”saya pindah bersama putra-putra saya ke kota lain. Setibanya di sana, saya berhasil menyewa dua kamar. Esok harinya, saat dilanda perasaan sedih dan sedang membenahi tas-tas kami, saya mendengar ketukan di pintu. Saya kira itu adalah wanita pemilik rumah, yang tinggal di sebelah. Di luar dugaan, ternyata yang datang adalah saudari yang telah memberi ibu saya pelajaran Alkitab dan membantu keluarga kami belajar kebenaran. Ia tidak menyangka akan bertemu saya karena sebenarnya ia datang untuk memberikan pelajaran Alkitab kepada pemilik rumah. Saya merasa lega—saya sangat terharu. Saya menjelaskan situasi saya, dan kami berdua pun menangis. Ia langsung mengatur agar kami menghadiri perhimpunan pada hari itu. Sidang menyambut kami, dan para penatua membuat pengaturan praktis untuk membantu saya mengurus kebutuhan rohani keluarga saya.”
Cara Orang Lain Bisa Membantu
Sebenarnya, anggota sidang Kristen dapat memberikan dukungan praktis dengan banyak cara. Misalnya, Rita sekarang harus mencari pekerjaan. Sebuah keluarga di sidang menawarkan bantuan untuk mengurus putra-putranya sepulang sekolah jika perlu.
”Yang sangat saya hargai,” tutur Rita, ”adalah sewaktu saudara-saudari menawarkan untuk menemani saya dan putra-putra saya dalam dinas lapangan.” Melalui bantuan praktis seperti itu, anggota sidang turut ’memikul beban satu sama lain’ dan dengan demikian menggenapi ”hukum Kristus”.—Gal. 6:2.
Orang-orang yang menderita akibat dosa orang lain benar-benar menghargai bantuan praktis seperti ini. Monique, yang ditinggalkan suaminya dan harus melunasi sendiri utang kartu kredit sebesar 15.000 dolar AS serta membesarkan empat anak, mengatakan, ”Saudara-saudari rohani saya begitu pengasih. Tak terbayangkan bagaimana saya bisa bertahan tanpa dukungan mereka. Saya merasa Yehuwa memberi saya saudara-saudari yang paling baik, yang memberikan perhatian kepada anak-anak saya. Saya bahagia melihat anak-anak saya menjadi matang secara rohani dengan bantuan demikian. Jika saya perlu nasihat, para penatua membantu saya. Jika saya perlu teman bicara, mereka mendengarkan.”—Mrk. 10:29, 30.
Pkh. 3:7) ”Sering kali,” kata Rita, ”saya bercakap-cakap dengan saudari-saudari di sidang baru saya tentang pekerjaan pengabaran, PAR kami, anak-anak kami—kecuali tentang problem saya. Saya menghargai bahwa mereka membuat saya melupakan masa lalu dan membantu saya memulai awal yang baru.”
Tentu saja, teman yang pengasih akan tahu kapan sebaiknya tidak mulai membicarakan pengalaman sedih orang lain. (Lawanlah Dorongan untuk Membalas
Kadang-kadang, Saudara memang tidak merasa bertanggung jawab atas dosa teman hidup, tetapi mungkin kesal karena sangat menderita akibat kesalahannya. Jika dibiarkan berkembang, kekesalan ini dapat melemahkan tekad Saudara untuk tetap setia kepada Yehuwa. Misalnya, Saudara mungkin tergoda mencari-cari cara untuk membalas.
Jika Saudara menyadari bahwa Saudara memendam perasaan demikian, Saudara dapat merenungkan teladan Yosua dan Kaleb. Kedua pria yang setia ini mempertaruhkan nyawa mereka untuk memata-matai Tanah Perjanjian. Mata-mata lainnya tidak beriman dan membuat orang-orang tidak menaati Yehuwa. Beberapa orang Israel bahkan ingin melempari Yosua dan Kaleb dengan batu karena berupaya menganjurkan bangsa itu untuk tetap setia. (Bil. 13:25–14:10) Akibat tindakan orang-orang Israel, Yosua dan Kaleb terpaksa mengembara di padang belantara selama 40 tahun, bukan karena kesalahan mereka, melainkan kesalahan orang lain.
Meski mungkin kecewa, Yosua dan Kaleb tidak membiarkan dosa saudara-saudara mereka membuat mereka mendendam. Mereka berfokus pada mempertahankan keseimbangan rohani mereka sendiri. Pada akhir 40 tahun di padang belantara, mereka, bersama orang Lewi, diupahi dengan menjadi orang yang selamat dari generasi tersebut dan diperbolehkan memasuki Tanah Perjanjian.—Bil. 14:28-30; Yos. 14:6-12.
Ulah teman hidup yang tidak setia mungkin menyebabkan Saudara menderita untuk waktu yang lama. Perkawinan bisa jadi berakhir, tetapi Saudara mungkin menderita secara emosi dan finansial setelahnya. Namun, ketimbang membiarkan hal-hal negatif menghantui pikiran Saudara, ingatlah bahwa Yehuwa paling tahu cara berurusan dengan orang-orang yang secara sengaja mengabaikan standar-standar-Nya, sebagaimana nyata dari pengalaman orang Israel yang tidak setia di padang belantara.—Ibr. 10:30, 31; 13:4.
Saudara Bisa Menghadapinya!
Ketimbang membiarkan pikiran negatif membebani Saudara, isilah pikiran Saudara dengan pikiran Yehuwa. ”Saya mendapati bahwa dengan mendengarkan rekaman Menara Pengawal dan Sedarlah!, saya terbantu untuk mengatasinya,” kata Jane. ”Perhimpunan juga merupakan sumber kekuatan yang besar. Dengan aktif berpartisipasi dalam perhimpunan, saya bisa melupakan problem saya. Demikian pula dengan pekerjaan pengabaran. Dengan membantu orang lain membangun iman kepada Yehuwa, saya memperkuat iman saya sendiri. Dan, dengan mengurus para pelajar Alkitab, saya bisa tetap memusatkan pikiran pada hal-hal yang lebih penting.”
Monique, yang disebutkan sebelumnya, mengatakan, ”Dengan berhimpun secara rutin dan berdinas sesering mungkin, saya bisa bertekun. Keluarga saya semakin akrab satu sama lain dan juga dengan sidang. Pengalaman buruk saya telah membantu saya mengenali kelemahan saya sendiri. Saya telah diuji, tetapi dengan bantuan Yehuwa, saya berhasil menghadapinya.”
Saudara juga bisa menghadapi cobaan yang serupa. Kendati mengalami penderitaan emosi akibat suatu pengkhianatan, berupayalah untuk mengikuti nasihat terilham dari Paulus, ”Biarlah kita tidak menyerah dalam melakukan apa yang baik, sebab jika kita tidak lelah kita akan menuai pada saat musimnya tiba.”—Gal. 6:9.
[Catatan kaki]
^ par. 2 Beberapa nama telah diubah.
^ par. 13 Untuk pembahasan terperinci tentang pandangan Alkitab mengenai perpisahan dan perceraian, lihat ”Tetaplah Berada dalam Kasih Allah”, halaman 125-130, 219-221.
[Gambar di hlm. 31]
Teman hidup yang ditinggalkan menghargai orang yang membantu mereka dalam dinas lapangan